Pada suatu hari, seorang Petani yang
sedang berjalan hendak pulang dari ladangnya menemukan seekor Kancil yang
tergeletak di bawah pohon. Kancil tersebut ternyata pingsan karena membentur
batang pohon ketika hendak bersembunyi dari kejaran pemangsa.
“Lho mengapa ada Kancil pingsan di
sini?” Pak petani dengan perasaan heran menghampiri dan kemudian mengangkat
kancil itu dan di bawanya pulang ke rumahnya. Di dalam rumahnya petani itu
membaringkan kancil di atas sebuah meja dan mengobati luka-lukanya.
Sehabis memberikan pengobatan kepada
kancil itu, kemudian Pak petani itu pun meletakan beberapa buah pisang yang
dipetiknya dari ladang dan beberapa makanan lain seperti wortel, sayur-sayuran,
dengan harapan apabila kancil tadi siuman dia dapat menyantap makanan-makanan
itu. kemudian untuk selanjutnya Pak Petani itu pun keluar rumah dan mengunci
rumahnya itu, dimana di dalamnya ada kelinci yang terbaring pingsan tersebut.
Pak petani pergi ke tempat saudaranya untuk mengantarkan hasil kebun lain yang
juga dipetiknya dari ladang.
Selang waktu beberapa lama, si
Kancil pun siuman dari pingsannya. Dan ketika dia mendapati dirinya berada di
dalam rumah Pak petani yang terkunci itu Kancil pun sangat ketakutan sekali,
dia berlari-lari di dalam rumah itu kesana-kemari. Dia berlari mencari pintu
yang tidak terkunci agar dia dapat keluar dari rumah itu. Namun sayang, sia-sia
baginya untuk mencari pintu yang tidak terkunci. Karena Pak petani mengunci
semua pintu rumahnya tanpa terkecuali. Di dalam kegelisahannya tersebut Kancil
merasa perutnya lapar sekali, dan seketika itu pula dia melihat ada beberapa
sisir pisang kesukaannya tergeletak di atas meja tempatnya tadi berbaring.
Tanpa pikir panjang Kancil pun mendekati meja tersebut dan kemudian melahab
habis pisang-pisang yang ada di atas meja tersebut.
Setelah Pisang-pisang tersebut habis
dilahabnya, iapun melirik pada makanan-makanan lain yang memang tersedia di
situ. Sebenarnya pisang-pisang tadi belum memuaskan perut si Kancil. Tanpa pikr
panjang lagi iapun melahab juga makanan-makanan lainnya. Pada saat semua
makanan yang sengaja disediakan oleh petani untuk Kancil itu habis dimakan oleh
Kancil, akhirnya Kancil merasa takut kembali. Dia takut jangan-jangan Pak
Petani itu mengurungnya di dalam rumah, karena Pak Petani sedang pergi ke pasar
untuk membeli bumbu-bumbu untuk membumbui dirinya nanti setelah dia di potong
oleh Pak petani.
“Aduh... Bagaimana ini! Aku harus
bisa keluar dari tempat ini. Kalau tidak, tamatlah riwayatku.” Batin si Kancil
dengan rasa cemas yang luar biasa.
Lalu si Kancilpun mencoba memutar
otak mencari akal bagaimana caranya untuk keluar dari rumah itu. Pada saat
Kancil menengok keadaan di luar rumah melalui jendela rumah itu, Kancil melihat
ada seekor monyet sedang bergelayutan di sebuah pohon rambutan. Monyet itu
adalah peliharaan Pak Petani tadi. Dan pada saat itulah terbersit ide dari
pikiran Kancil.
Si Kancil pun memanggil monyet itu,
“Nyet... monyet... monyet...!!!!”
Merasa ada yang memanggil, si monyet
pun celingukan mencari sumber suara yang memanggilnya itu. Hingga akhirnya dia
mendapati sumber suara itu dan kemudian dia menghampirinya.
“Hai ternyata engkau Kancil!” Dengan
perasaan hewan monyet itu bertanya, “mengapa engkau berada di dalam rumah,
Kancil?” Rupanya si monyet tidak tahu bahwa Kancil berada di dalam rumah karena
di tolong oleh tuannya karena pingsan menabrak sebuah pohon.
“ha..ha..ha..ha.. ternyata engkau
belum tahu monyet mengapa aku berada di dalam rumah tuanmu ini! Ha..ha..ha...
sungguh terlalu kamu nyet... monyet!” Kancil mulai melancarkan siasatnya.
“Lho... memangnya kenapa kamu ada di
dalam rumah ini, cil?” tanya monyet dengan rasa ingin tahu.
“Begini monyet, aku berada di dalam
sini karena aku akan dijadikan anak angkat tuanmu itu nyet... monyet. Aaaah...
masa kamu belum tahu, nyet?!”
“Ah, yang benar saja. Apa benar apa
yang engkau katakan itu cil?” Rupanya si monyet mulai terhasut oleh siasat si
Kancil.
“Iya benar itu, aku tidak berbohong.
Tidak ada untungnya aku berbohong kepadamu nyet...monyet. Seharusnya kamu malu
dong sama aku, masa aku yang baru saja datang sudah ingin diangkat oleh tuanmu
itu, sedangkan kamu yang sudah dipeliharanya bertahun-tahun boro-boro diangkat
menjadi anaknya, tidur di dalam rumahnya seperti aku ini pun tidak pernah.
Kasihan sekali kamu nyet... monyet.”
Monyet pun terhasut atas apa yang
dilontarkan oleh si Kancil tersebut, dan si monyet pun terlihat menundukan
kepalanya dan menangis. Sambil menangis dia berkata, “Iya benar apa yang engkau
katakan cil, aku sudah bertahun-tahun mengabdi pada tuanku Pak petani itu. Dan
aku selalu membantunya dan menemaninya, walaupun tuanku itu baik padaku, mengapa
dia tega tidak mengangkatku sebagai anaknya, sedangkan engkau yang baru saja
datang di rumah ini langsung mau di angkat sebagai anaknya. Malang benar
nasibku ini cil..” Ujar si Monyet.
Melihat calon korbannya sudah mulai
akan masuk dalam perangkapnya, Kancil pun segera mengompori si monyet, “Iya
nyet.. coba engkau lihat di dalam rumah ini. Disediakan banyak sekali makanan
dan telah aku habiskan semuanya, ada pisang, wortel-wortel segar dan berbagai
sayuran. Bayangkan betapa sayangnya tuanmu itu kepadaku. Sayangnya padaku
melebihi sayangnya padamu nyet, coba lihat kau hanya di beri beberapa pisang
saja, sedangkan aku... waaah, pokoknya ga adil itu tuanmu, Pak petani!”
Monyet pun semakin bersedih setelah
Kancil melontarkan kata-kata seperti itu. Dan, merasa korbannya telah masuk
perangkap, pada saat itulah Kancil mulai melancarkan siasatnya, “begini nyet,
aku sebagai temanmu yang baik tidak tega melihat keadaanmu seperti ini. Aku ada
saran, bagaimana sekiranya engkau menggantikan aku berada di dalam rumah ini.”
“Apa katamu cil, Aku akan
menggantikan posisimu?” Tanya monyet dengan keheranan.
“Iya, nyet. Bagaimana?”
“Iya aku sih mau saja, tapi aku
takut Pak petani nanti marah kepadaku!”
“Tidak usah takut nyet, nanti biar
aku yang akan bilang kepada tuanmu itu bahwa engkaulah sebenarnya yang lebih
pantas menjadi anak angkatnya ketimbang aku. Dan aku yakin tuanmu itu akan
mengerti dan memahami maksudku itu!”
Dengan hati dan wajah dipenuhi rasa
gembira, monyet itu pun mengangguk-agukan kepalanya tanda setuju.
“Tapi bagaimana caranya aku
menggantikan posisimu itu, cil?”
“Oh, itu mudah. Begini caranya
tolong engkau bukakan pintu rumah yang terkunci ini. Biarkan aku keluar dan
berada di luar dan engkau berada di dalam.”
“Oke cil, kebetulan aku tahu dimana
Pak petani meletakan kunci rumah ini. Sebentar ya akan aku ambil kunci rumah
itu!”
“Oke temanku yang baik, cepatnya aku
tunggu lho!”
“Siiiip, Bos!” Dengan hati gembira
monyet pun akhirnya bergegas mencari kunci yang diletakkan oleh Pak petani tersebut
di suatu tempat di sekitar rumah tersebut.
Akhirnya ditemukanlah kunci yang
dicari oleh monyet tersebut. Dan kemudian dibukalah pintu rumah tersebut. Dan
sebagaimana yang disepakati oleh Monyet dan Kancil, mereka pun berganti tempat,
Kancil berada di luar rumah dan si monyet berada di dalam rumah.
0 Response to "Si Monyet dan Si Kancil [Dongeng]"
Post a Comment